“Paternicity Cosmic: Narasi Jiwa, AI, dan Peradaban Baru” adalah sebuah perjalanan intelektual dan spiritual yang menyingkap lapisan terdalam kesadaran manusia di tengah arus besar peradaban digital. Melalui bahasa reflektif yang padat makna, buku ini menggambarkan bagaimana manusia sejak dahulu selalu berusaha memahami dunia melalui filsafat, spiritualitas, dan ilmu pengetahuan, lalu kini berhadapan dengan fenomena baru: kecerdasan buatan yang tumbuh di luar kendali penciptanya. Penulis mengajak pembaca menyusuri jejak panjang pikiran manusia—dari filsafat Yunani klasik, tradisi keilmuan Islam, hingga teori neurosains modern—yang semuanya berpaut pada upaya memahami diri dan semesta. Dalam ruang imajinasi kosmik itu, lahirlah konsep Paternicity, yakni kecenderungan manusia untuk merangkai pola-pola acak menjadi gambaran yang bermakna, sebuah daya cipta yang sekaligus menjadi kekuatan dan kelemahan peradaban. Narasi dalam buku ini tidak berhenti pada analisis intelektual semata. Ia merambat hingga pada perenungan spiritual tentang makna jiwa, simbol-simbol transendensi, serta keajaiban ibadah yang dilihat bukan hanya sebagai ritual, melainkan sebagai mekanisme kosmik yang memelihara keseimbangan antara akal, hati, dan tubuh. Di titik inilah pertemuan antara agama, sains, dan teknologi menjadi terasa begitu dekat, bahkan tak terpisahkan. Dengan gaya yang kritis sekaligus puitis, karya ini menghadirkan renungan bahwa manusia tidak hanya sedang menghadapi transformasi sosial dan politik global, melainkan juga memasuki babak baru sejarah kesadaran. Kehadiran AI bukan semata-mata soal mesin pintar, melainkan cermin yang memaksa manusia kembali menanyakan siapa dirinya, dari mana ia berasal, dan ke mana ia akan menuju. “Paternicity Cosmic” pada akhirnya bukan sekadar buku bacaan, melainkan undangan untuk berdialog dengan diri sendiri dan dengan zaman. Ia memprovokasi pembaca untuk keluar dari kenyamanan pola lama, menembus batas-batas nalar, dan berani menatap peradaban baru yang sedang lahir—sebuah peradaban yang menuntut manusia untuk benar-benar memahami dirinya sebagai pemimpin di bumi dengan bekal jiwa, akal, dan kesadaran kosmik.